24 November, 2009

Belajar Membangun Negara dari Plato

Oleh: M.Faisol Fatawi

Saat ini, bangsa Indonesia diterpa ‘penyakit’ serba ketidakjelasan, baik di bidang politik, ekonomi, moral, dan sosial. Krisis ekonomi berkepanjangan, rasa tidak percaya terhadap pemegang kekuasaan dan pelaksana pemerintahan, perseteruhan antar politisi, pejabat negara yang korup, dan yang paling mutakhir geger antara ‘cicak dan buaya’ atau entah apa lagi. Seolah-olah, kita hidup di sebuah negeri yang serba banyak masalah, tak beres. Negeri yang tak layak dijadikan tempat kelahiran dan perkembangan suatu harapan masa depan. Kita butuh pada negara ideal (utama) yang didalamnya tatanan masyarakat dan sendi-sendi kehidupannya berjalan normal: berkeadilan dan beprikemanusiaan.
Di tengah kondisi seperti itu, ada baiknya kalau kita mengambil pelajaran dari pesan-pesan yang disampaikan Plato dalam dialog antara dirinya dengan kawan-kawannya dalam bukunya The Republic (Republik). Menurut Plato, satu hal yang harus dipahami sebelum kita menciptakan negara utama adalah ide tentang (tujuan) penciptaan negara. Negara lahir karena berbagai kebutuhan umat manusia. Masing-masing Individu tidak ada yang sanggup mencukupi kebutuhannya sendiri. Agar kebutuhan tersebut terpenuhi, maka antara satu sama lain harus saling take and give. Yang satu memenuhi kebutuhan yang lain. Semakin banyak kebutuhan yang diperlukan, semakin banyak pemenuhan kebutuhan tersebut. Ketika semuanya kumpul dalam suatu habitat, maka disebut negara.
Menciptakan negara utama tidak mudah, butuh kecakapan keutamaan tertentu. Pertama, bahwa sebuah negara bisa menjadi negara utama manakala dikendalikan oleh keutamaan bijaksana. Kepandaian mengatur negara merupakan jenis pengetahuan. Pengetahuan yang bijaksana dapat diperoleh dari pengetahuan akan tujuan kemanusiaan yang menjadi objek politik, dan tujuan kemanusiaan hanya berpijak pada pengetahuan teoritis. Di sini, bijaksana dalam pengetahuan praktis dan pengetahuan teoritis menjadi suatu keniscayaan dalam menciptakan negara utama. Tak heran, jika Plato mengakui bahwa hanyalah para filsof (orang yang bijak) yang dapat mengarahkan negara menjadi negara utama, karena mereka adalah ahli kebijaksanaan.
Kedua, keutamaan keberanian. Apa yang dimaksud oleh Plato dengan keberanian adalah kemampuan mengetahui masalah, memelihara sesuatu, dan berkata dalam kondisi apapun. Yakni, seseorang harus tetap berusaha untuk bertahan, baik dalam kesenangan maupun penderitaan, di bawah nafsu atau ketakutan. Bukannya malah kehilangan pikiran. Keberanian diperoleh bukan semata-mata karena diharuskan hukum, tetapi harus ditanamkan dan dipersiapkan sebaik mungkin kepada semua individu sehingga tidak lapuk ditelan waktu dan kondisi. Oleh karena itu, penyelamatan ide dari yang benar yang sesuai dengan hukum tentang bahaya yang nyata dan yang salah tetap disebut dan dipertahankan sebagai keberanian.
Ketiga, negara utama dapat ditegakkan dengan sikap kesederhanaan. Negara tak mungkin dijalankan oleh individu-individu yang jiwanya dipenuhi nafsu keserakahan terhadap hal-hal duniawi. Berbagai kesenangan dan nafsu tertentu harus dikendalikan. Karena kesenangan dan nafsu tersebut, kita menemukan kelas-kelas dalam negara. Ada superior dan inferior. Kelas-kelas itu harus berjalan seirama dalam sebuah keseimbangan yang merupakan persetujuan yang secara mendasar dari yang superior dan inferior tentang hak untuk memimpin, baik negaranya atau setiap individu.
Akhirnya, kualitas negara menjadi baik apabila keadilan ditegakkan. Keadilan harus didasarkan pada prinsip bahwa seseorang harus mengerjakan satu hal saja. Karena satu orang mengerjakan satu saja, maka secara otomatis pekerjaan itu pun dikerjakan sendirian. Ini berarti, orang yang adil adalah bukan menjadi orang yang selalu ikut campur dengan urusan orang lain. Maka melakukan pekerjaan atau urusan diri sendiri dengan cara tertentu, dalam pandangan Plato, bisa dianggap sebagai keadilan.
Plato mengibaratkan keadaan negara dengan keadaan jiwa manusia. Keempat keutamaan tersebut yang terdapat dalam negara juga ada dalam jiwa setiap individu, dan dari setiap individu keutamaan itu berubah menjadi kebiasaan dan prinsip negara. Keempat keutamaan itu harus berjalan secara korelatif dan sederhana, meskipun mungkin timbul perbedaan. Keadilan bisa muncul dalam negara manakala kekuatan kebijaksanaan, keberanian, dan kesederhanaan berjalan sepatutnya, sesuai dengan kadar dan waktu yang semestinya. Kini, tercipta sudah negara utama itu.
Demikianlah Plato menguraikan apa saja yang dapat mengantarkan sebuah negara menjadi negara utama. Semoga kita dapat mengambil pelajaran![mff]

0 komentar: