30 November, 2009

Apa Yang Salah Dengan Sholat Berbahasa Indonesia?

Oleh: M.Faisol Fatawi


Menarik sekali membaca tulisan Hafidz J.M. yang berjudul "Salat Berbahasa Indonesia dalam Perspektif Syari'at Islam", yang dimuat dalam koran ini beberapa hari lalu (12-13 Mei 2005). Dalam tulisan itu saudara Hafidz telah menyatakan bahwa shalat berbahasa Indonesia --sebagaimana yang dipraktikkan oleh KH.M.Yusman Roy-- adalah tidak sah, bahkan tidak dibenarkan dan bertentangan dengan syari'at Islam.
Ada beberapa catatan untuk tulisan saudara Hafidz. Pertama, bahwa memang shalat merupakan jenis ibadah mahdlah. Ibadah ini wajib dilakukan oleh siapapun yang memeluk Islam. Bahkan kita semua memaklumi kalau Rasulullah pernah menyatakan "lakukanlah shalat sebagaimana kalian melihat (shalat)-ku". Namun demikian shalat yang bagaimanakah? Kaifiyah gerakan dan bacaannya seperti apa?
Jika kita menelisik literatur-literatur fiqh klasik, kita akan mendapatkan berbagai perbedaan mengenai kaifiyah gerakan dan bacaan shalat. Dengan kata lain, tidak ada kesepakatan bulat di kalangan fuqaha' mengenai kaifiyah shalat. Dalam masalah takbir misalnya, Ibn Rusyd dalam bukunya Bidayah al-mujtahid fi Nihayah al-Muqtashid telah merangkum beberapa pendapat. Di antaranya, bahwa takbir adalah wajib dalam setiap gerak shalat; takbir tidak wajib dalam seluruh gerakan shalat; dan yang wajib hanya takbiratul ihram. Tidak hanya itu. Perselisihan pendapat pun terjadi dalam masalah bacaan takbir yang baku: apakah Allahu Akbar saja atau bisa diganti dengan lafadz yang senada?, masalah basmalah dalam membaca surat al-Fatihah, masalah pengucapan salam… dst.
Masih dalam kerangka perselisihan kaifiyah shalat, bahwa ternyata di kalangan ulama juga terjadi perselisihan pendapat mengenai masalah membaca al-Fatihah: apakah harus dibaca seperti apa adanya (yakni sebagaimana bacaan dalam al-Qur'an yang menggunakan bahasa Arab) atau bacaan al-Fatihah itu boleh diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Secara jelas, Abu Hanifah adalah salah seorang fuqaha' yang membolehkan bacaan al-Fatihah dengan bahasa terjemahannya, yaitu menggunakan bahasa Persi. Sementara seperti Imam Syafi'i dan yang lain mewajibkan bacaan al-Fatihah seperti apa adanya.
Fakta perselisihan pendapat dalam hal kaifiyah shalat tersebut di atas, semakin menggelitik pikiran kita untuk mempertanyakan kembali kesimpulan bahwa shalat berbahasa Indonesia tidak ada dalam syari'at Islam sehingga tidak dapat dibenarkan. Pendapat Gus Roy tidak jauh berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah membolehkan membaca al-Fatihah dalam shalat dengan menggunakan bahasa persi, sementara Gus Roy membacanya dengan bahasa Indonesia. Sampai sini kita pun jadi bertanya, apakah yang dimaksud oleh saudara Hafidz mengenai syari'at Islam? Lalu dari sekian banyak perselisihan pendapat, manakah kaifiyah (tuntunan) shalat yang sesuai dengan syari'at Islam?
Di sini, ada kerancuan mengenai maksud syari'at dengan fiqh (hasil ijtihad para ulama). Kewajiban melaksanakan shalat adalah syari'at. Yakni, sebuah jenis amalan wajib yang harus dipenuhi setiap pemeluk Islam. Tetapi, mengenai kaifiyah --seperti bahasa apakah yang harus digunakan untuk melafadzkan al-Fatihah (termasuk juga seluruh bacaan) dalam shalat-- merupakan masalah fiqhiyah yang masih bisa diperdebatkan sebagaimana yang terjadi di kalangan fuqaha' terdahulu. Fiqh bukanlah syari'at dan syari'at bukanlah fiqh.
Dengan demikian, pendapat yang dilontarkan Gus Roy mengenai shalat berbahasa Indonesia tidak bisa dinilai telah keluar dari syari'at Islam. Posisi pendapat Gus Roy berada dalam masalah fiqhiyah--padahal fiqh itu sendiri merupakan sekumpulan pendapat ulama mengenai suatu masalah dengan tetap mengacu pada dalil-dalil tertentu. Fiqh berisi tentang masalah furu'iyah dan bukan ushuliyah, dan karena itu kita tidak akan pernah menemukan kemufakatan seratus persen. Mengklaim pendapat bahwa shalat berbahasa Indonesia termasuk bukan syari'at Islam sama dengan mengingkari kerahmatan akan adanya perbedaan pendapat. Bahkan--dengan meminjam istilah Ali Harb--telah melakukan imprialisasi pemaknaan (imbriyaliyah al-ma'na).
Kedua, Hafidz dalam menilai pendapat Gus Roy terjebak dengan--apa yang disebut oleh Nasr Hamid Abu Zaid--arabisme. Arabisme yang dimaksud adalah pendapat Hafidz yang mengangap bahwa hanya melalui bahasa Arab-lah shalat itu dilaksanakan dan dianggap sah. Ini didasarkan pada ayat al-Qur'an yang berbunyi "Sesungguhya Kami menurunkan al-Qur'an dalam bahasa Arab supaya kalian memahami" (QS. az-Zukhruf: 3).
Sejatinya, ayat tersebut dipahami dalam konteks sejarah. Artinya, bahwa Nabi adalah keturunan dan berdomisili di tengah-tengah masyarakat jazirah Arab yang menjadikan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dalam kesehariaan. Oleh karena mereka menggunakan bahasa Arab, maka sangat wajar jika Nabi dalam menyampaikan dakwah ke jalan Allah menggunakan bahasa Arab dan tidak bahasa orang-orang ajam. Ada hubungan timbal balik dalam pengertian QS az-Zukhruf tersebut. Andai saja dakwah Nabi tidak menggunakan bahasa Arab, maka dapat dipastikan akan mengalami hambatan yang sangat luar biasa, yaitu pesan ilahi tidak akan sampai kepada masyarakat setempat yang menjadi sasaran dakwah Islam pada saat itu. Dalam ayat lain dinyatakan "Dan kami tidak mengutus seorang rasul kecuali dengan menggunakan bahasa kaumnya untuk menjelaskan kepada mereka" (QS Ibrahim: 4).
Jelaslah, bahwa penggunaan bahasa Arab dalam konteks penyampaian pesan ilahi tidak lain merupakan alat untuk mempermudah komunikasi. Pesan ilahi adalah esensi, sementara bahasa Arab merupakan medium komunikasi: padahal bahasa adalah sistem ujaran dan tanda yang terkait dengan pranata masyarakat penggunanya. Pesan ilahi bersifat universal, artinya dapat dipahami dang dijangkau dengan berbagai bahasa manusia. Oleh karena itu, jika al-Qur'an yang berisi pesan ilahi dipahami dan diterjemahkan dengan berbagai ragam bahasa manusia di luar bahasa Arab, maka hasilnya tetap pesan ilahi. Yang terpenting bukan medium bahasa yang dipakai, tetapi esensi pesan itu sendiri. Menganggap terjemahan al-Qur'an sebagai sesuatu yang sekunder dan tidak merupakan al-Qur'an itu sendiri berarti telah membatasi eksistensi Tuhan. Allah tidak hanya milik orang Arab, tetapi juga milik seluruh umat manusia. Tidak tersekat oleh batas wilayah geografis dan waktu.
Begitulah saudara Hafidz telah merancukan antara agama dengan pemikiran keagamaan, antara syari'ah dengan fiqh, dan ia juga telah menafikan dimensi historis dalam melihat kasus shalat berbahasa Indonesia yang difatwakan dan dilakukan oleh KH.M.Yusman Roy. Semestinya, kita mendudukkan masalah shalat berbahasa Indonesia itu pada tempatnya, yaitu sebagai persoalan fiqhiyah-furu'iyah. Syari'ah itu tidak sekedar sistem ritual dan lafadz, tetapi--dengan meminjam pengertian Said al-Asymawi--semangat universal untuk mengembalikan dan mengangkat manusia kepada derajat kemanusiaannya.


Tulisan ini pernah dimuat di Jawa Pos Radar Malang

14 komentar:

Ada sekitar 8o% muslimun yg belum hafal terjemahann Fatihah.
Harus segera diatasi.

Ada sekitar 8o% muslimun yg belum hafal terjemahann Fatihah.
Harus segera diatasi.

imam nasafi dalam kitab tafsirnya menulis,
bahwa imam abu hanifah mengatakan:
"boleh membaca faatihah dalam sholat dg bahasa persia."

fungsi bahasa 'arob adalah untuk menjelaskan pada bangsa 'arob, Qur-aan, 14:4.

imam nasafi dalam kitab tafsirnya menulis,
bahwa imam abu hanifah mengatakan:
"boleh membaca faatihah dalam sholat dg bahasa persia."

fungsi bahasa 'arob adalah untuk menjelaskan pada bangsa 'arob, Qur-aan, 14:4.

Sholat dgn Bhs. Indonesia tetaplah sah-2 saja.. :) yang ngelarang berarti membatasi Tuhan dgn bahasa... 8)

Lebih jelasnya,,semoga bermanfaat.....Amin
http://13wongallah.blogspot.com/2011/02/arti-kata-sholat.html#comment-form

Ayat mutasabihat; buah yang matang dari pokok pohonnya adalah lebih baik daripada buah yang matangnya dikarbit semoga anda penulis mendapat rahmat lebih berkualitas lagi.
kalau kurang jelas maksud ayat mutasabihat diatas ini silahkan datang ketempat kami open 24 jam.

M.Faisol Fatawi yang dirahmati Allah.
firman Allah;
2:106. Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

Ya Allah, curahkan terus ilmu keselamatan dunya akhirat bagi hamba-Mu M.Faisol Fatawi, supaya beliau lebih mampu menerangi setiap kegelapan amin.

Yth Bapak KH Moch Oemar Yusman Roy dan saudaraku M.Faisol Fatawi yang dirahmati Allah. mohon lebih disebarluaskan ke mancanegara dengan bahasa Inggris agar ummat di dunia ini mendapat pencerahan juga.

STATEMEN KH MOCH OEMAR YUSMAN ROY
PRAYER WITH INDONESIAN initiators


HISTORY THAT HAS BEEN RECORDED; Indonesian nation to pray with his Indonesian it is already real and legitimate right has been verified.

It is a way that does not include acts tarnish Islam as ever fatwa written by the MUI.

WHEREAS THE LETTER IS DECISION IN PN.MALANG, PT.SURABAYA, MA.JAKARTA. 75 K / PID / 27 JAN 2006.

Those already was ultimately and blasphemy is the end all we have ever received from many parties, the following are the myriad arguments that accompany the MUI fatwa ever verdict misguided and desecrating Islam against us as a result i'jtihad servant of Allahwho really wants quality improvement worship worship / prayer / prayer.

ALLAHU AKBAR, THE GREAT ALLAH ALMIGHTY ... It turns out that the final validating his Allah as his word mentioned below; Qs. 17:81. And say: "Truth has come and falsehood has vanished". Surely falsehood it is definitely something lost (fast or slow running time bound).

THUS, I tell YOU FOLLOW MUSLIM NATIONS INDONESIA-believer ANYWHERE YOU ARE, FOR WHICH YOU WANT TO WORSHIP / prayer (YOUR COMMUNICATION TO ALLAH), DO IT WITH A language / THE LANGUAGE / INDONESIAN THAT EASY TO UNDERSTAND THE PURPOSE COMMANDS AND SO THE GOAL ACTUAL your Allah.

WORD OF ALLAH ; Qs. 19:97. So in truth We have made it easier was the language of the Qur'an, in order that you may give good news to the Qur'an to those who fear Allah, and that you may give warning to a people who disobey him.

Note; to study the religious sciences of Islam including learning to pray, Allah does not complicate people who want to worship Him, and the Quran could be read, studied and understood language individually (own languange) (the Qur'an translation) and it also includes work such prayers more particulary / appropriately done with your language of Indonesia and not in a foreign language.

Qs. 4:59. Hai who believe, obey Allah and obey the Messenger (His), and ulil amri among you. Then if you differrent on something, then return it to the Allah Al-Qur’an) and the Prophet (Sunnah), if you truly believe in Allah and the Last Day. That is good (advantageous) and better in the end.

Qs. 3:103. And keep you all up to the rope (religion) of Allah, and do not be divorced scattered, and remember the favor of Allah unto you when you were (past Jahiliyya) hostile hostility, Allah unites hearts, and then takes on a you because Allah favors those brothers; and ye were on the brink of hell, then Allahs ave you from it. Thus Allah explains His verses to you, that you may be guided.

Qs. 49:9. And if two parties of believers fight then make peace between them. If one of the two parties that transgress against another group then fight groups who transgress it so that the group returned to the command of Allah; if the group has returned (to the command of Allah), then make peace between them with justice and be fair. Indeed, Allah loves those who act justly.

Qs. 49:10. Indeed the believers are brothers so make peace between your brothers and fear Allah, that ye may receive Mercy.

Ass...Wr...Wb... Pada saat seseorang menghadap kepada Tuhannya maka pada saat itu dia hanya mengharapkan kecintaan dan keridhoaanNya sehingga dia tidak lagi memusingkan sah dan tidaknya sholat tapi jauh lebih tinggi yang ingin di raih yaitu suatu kenikmatan disaat dia menghadap sang Maha mengetahui semua bahasa dan Allah yakin pasti menerima sujudnya dengan bahasa yang lugas dan dipahami dirinya dan Tuhannya bukan bahasa yang dia tidak ketahui, sehingga sholatnya tiada membekas.Bukankah pada saat kita sholat adalah berkomonikasi dengan Allah coba anda bayangkan betapa lucunya kalau komonikasi terjadi jika salah satunya tidak mengerti apa yang diomongkan, tentu Allah juga akan demikian.Ini yang membelenggu umat islam sehingga umat islam pada umumnya "yang penting sholat dan sah pasti diterima" ini menurut padangan saya sangat keliru, betapa banyak umat islam di dunia ini sholat tidak berdampak pada prilakunya dan malah sebaliknya.Kalau seandainya nanti bahwa sholat dengan bahasa selain bahasa arab diterima oleh Allah lalu siapa yang bertanggung jawab? urusan diterima atau tidaknya sholatnya seseorang bukan dari bahasa yang digunakan tapi dari kwalitas sholatnya seseorang Allah Maha tahu Maha Sempurna sungguh tidak adil jika seseorang sholat dengan basaha arab di terima walaupun tidak mengerti bahasa arab kemudian dilain sisi ada seseorang yang sholat dengan bahasanya denga penuh hikmat dan khusuk tapi tidak diterima sholatnya.

jika ada orang yang berpendapat bahwa bahasa arab adalah bahasa akhirat ini sangat keliru karena kedudukan semua bahasa di mata Allah sama adapun bahasa Alquran (bukan bahasa arab) adalah bahasa terjemahan dari bahasa Allah, Apakah bahasa Arab lebih baik dan lebih mulia di mata Allah tentu tidak karena jika dilihat dari sejarah bahasa arab jauh sudah ada sebelum islam ada ingat bahkan bahasa arab adalah bahasa orang2 jahiliyah yang peradapannya sangat rusak. bagaimana mungkin Allah akan mengistimewakan bahasa arab sementara bahasa arab adalah bahasa hasil ciptaan orang2 jahiliyah.Kalaupun bahasa arab digunakan sebagai pengantar peribadatan dan penyebaran agama islam tapi bukan berarti bahasa arab lebih tinggi kedudukannya dari bahasa lainnya.Jika dilihat struktur bahasa maka bahasa Jawalah jauh lebih tinggi ketimbang bahasa arab di bahasa Jawa mengenal beberapa tingkatan dari bahasa ngoko,sedang,halus dan kromoinggil yang paling tinggi, di bahasa arab tidak mengenal tingkatan.

sudah saya duga pasti ada jurusan filsafatnya anak ini...
malu sama pondokx yg keren itu :(

Hukum mengganti bacaan shalat dengan bahasa Indonesia adalah tidak boleh. Karena, shalat itu adalah ibadah tauqifiyah (sudah tetap ketentuannya), tidak ada celah bagi manusia untuk intervensi dalam ketentuan yang telah Allah tetapkan ini. Dan shalat dengan menggunakan Bahasa Arab memiliki banyak hikmah, yang antara lain adalah di manapun, kapanpun dan siapapun seorang menegakkan shalat maka tata caranya (bacaan) akan selalu sama, yakni dengan Bahasa Arab.

Jika saja setiap orang yang mendirikan shalat itu memakai bahasa daerah masing-masing, maka tidak akan nampak persatuan dan kesatuan umat Islam dalam menjalankan ibadah tersebut (semisal orang Indonesia akan shalat dengan Bahasa Indonesia, orang Inggris pakai Bahasa Inggris, dst). Tentu perbedaan seperti ini bukan yang diinginkan oleh syari’at Islam.