22 Agustus, 2009

Memperlakukan Ramadhan

Oleh: M. Faisol Fatawi

Semua orang merasakan bahwa bulan Ramadhan memiliki aura yang berbeda dibanding dengan bulan-bulan lainnya dalam Islam. Lebih-lebih, selama Ramadhan umat Islam diperintahkan untuk melakukan shalat sunat tarawih dan dilanjutkan dengan tadarrus al-Qur’an selama satu bulan penuh. Setiap orang mukmin diserukan untuk banyak melakukan kebaikan dan berbagai amal kebajikan, serta meminta rahmat dan ampunan Allah pada bulan ini. Hal ini karena Ramadhan merupakan bulan yang sepertiga bagian awalnya adalah rahmat, sepertiga bagian tengahnya adalah maghfiroh dan sepertiga bagian akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Ibarat seorang tamu, Ramadhan adalah tamu mulia dan agung yang bertandang hadir ke hadapan para hamba-hamba Allah dengan membawa rahmat, maghfiroh dan kemerdekaan dari siksa neraka.

Suasana lain daripada yang lain karena kehadiran Ramadhan juga bisa kita lihat dalam berbagai acara televisi. Jika kita mengamati semua tayangan di televisi, maka dapat dipastikan semua tayangan itu menjadikan Ramadhan sebagai daya pemikatnya. Tamu agung yang bernama Ramadhan itu diolah dan didesain sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian para pemirsa. Apapun iklan yang ditayangkan dikemas sedemikian rupa dengan menjadikan tema Ramadhan sebagai daya pemikat meskipun secara nyata tidak memiliki hubungan sama sekali dengan bulan suci itu. Mulai iklan produk-produk kebutuhan sandang, papan dan bahkan sampai pangan.

Yang lebih dahsyat lagi, hampir setiap stasiun televisi menyiapkan film khusus yang bertemakan bulan Ramadhan. Cobalah kita lihat, ada Cinta Fitri edisi khusus Ramadhan, Para Pencari Tuhan 3, Mukjizat Cinta dan seterusnya. Seolah-olah setiap stasiun televisi ingin menjadikan acara-acara tersebut sebagai maskot utamanya. Dalam film itu, semua disulap menjadi sangat “islami”. Mulai dari tema yang diangkat sampai cara berpakaian para tokohnya pun tidak luput dari simbol-simbol agama. Dari kalangan artisnya, yang semula tidak pernah menyentuh busana muslim, tiba-tiba lewat film itu disulap menjadi sosok yang berpenampilan bak seorang mukmin tulen yang taat beragama. Tokoh yang antagonis (pemeran kejelekan) harus selalu dikalahkan atau disadarkan oleh tokoh protogonis (pemeran kebaikan). Singkatnya, film-film itu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan aura dan suasana yang benar-benar islam. Ada perbedaan yang sangat mencolok antara acara-acara yang ditayangkan pada bulan Ramadhan dengan non-Ramadhan.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, media elektronik menjadi sarana komunikasi yang efektif. Akses yang lebih cepat dan mudah yang disuguhkan oleh kemajuan teknologi nampaknya menjadi kebutuhan setiap orang, khususnya bagi orang-orang yang beragama untuk mendapatkan pengetahuan tentang ajaran-ajarannya. Dalam konteks ini, film atau sinetron yang bertemakan keagamaan dapat dijadikan sebagai media dakwah atau kalau tidak malah menjadi “barang dagangan” yang dijual melalui media elektronik ke hadapan publik untuk meraup keuntungan material sebanyak-banyaknya.

Sejatinya film atau sinetron yang bertemakan keagamaan (baca: Ramadhan) tidaklah menjadi persoalan sejauh dapat menanamkan nilai kebaikan dan kebajikan. Film atau sinetron itu sendiri bukanlah realitas kehidupan yang sesungguhnya. Ia hanyalah hasil rekaan yang bersifat imajiner atau ia merupakan fakta yang diimajinasikan kembali. Maka, apapun film atau sinetron yang ditayangkan khusus untuk menyambut dan mengisi Ramadhan tidak lain juga merupakan hasil rekaan semata. Ia merupakan realitas semu.

Ramadhan itu adalah tamu yang diperuntukkan oleh Allah untuk kita semua. Layaknya orang yang kedatangan tamu, setiap kita dituntut untuk memperlakukannya secara hormat. Tamu itu harus kita suguhi makanan dan minuman. Bahkan jika menginap harus kita siapkan tempat untuk beristirahat baginya. Oleh karena itu, setiap umat Islam harus berkorban untuk menyambut dan menerima bulan Ramadhan. Baginda Rasulullah Saw menitahkan kepada umatnya untuk mengisi bulan suci ini dengan banyak menjalankan amal ibadah, mengambil nilai hikmah dan menanamkannya dalam hati sanubari agar betul-betul menjadi pribadi yang muttaqin. Atau kita malah mengajak sang tamu bulan Ramadhan itu untuk menikmati aneka tontonan televisi (film atau sinetron yang bertemakan keagamaan) bersama-sama? Jika yang terakhir ini yang terjadi, maka kita sungguh berada dalam keadaan merugi.[mff]

0 komentar: