30 Juni, 2009

Rajab dan Semangat Pembebasan

Oleh: M. Faisol Fatawi

Sekarang ini, kita memasuki bulan Rajab. Salah satu bulan paling istimewa bagi umat Islam. Al-Qur’an menyebut bulan yang satu ini sebagai “bulan mulia” (QS. al-Taubah: 36). Di dalam bulan Rajab, umat Islam tidak diperkenankan untuk melakukan kezhaliman, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Bahkan Rasulullah Saw pun memerintahkan para sahabat untuk menghentikan dan tidak melakukan peperangan—meskipun dengan orang-orang kafir--pada bulan yang agung ini.
Istilah “Rajab” dalam beberapa kamus berbahasa Arab berasal dari akar kata r-j-b (rajaba). Dari kata ini lahir beberapa makna, yaitu malu, takut, menopang dan menghormati. Bulan Rajab disebut dengan Rajab karena dalam bulan tersebut seseorang seyogyanya tidak melakukan sesuatu yang jelek sehingga dapat mempermalukan diri sendiri maupun orang lain; hendaknya berhati-hati (baca: takut) dalam bertindak sehingga tidak menyakiti orang lain; senantiasa menghormati orang lain sehingga antara satu dengan yang lain saling menopang. Di sebut bulan Rajab karena setiap anggota masyarakat diharapkan saling menghormati dan melakukan kebajikan sehingga terbangun situasi yang aman dan tentram; tidak saling mengakiti antara yang satu dengan yang lain.
Agaknya, filosofi seperti itulah yang hendak dibangun dari bulan Rajab. Dalam literatur-literatur klasik disebutkan, bahwa masyarakat Arab-Yahudi memiliki tradisi ‘keakraban’ di bulan Rajab yang disebut dengan tradisi rajabiyah. Rajabiyah merupakan semacam forum kumpul bersama antar anggota masyarakat. Di dalam kumpul bersama itu, biasanya masyarakat Arab mengadakan makan bersama dengan menyembelih kambing. Tujuannya, tidak lain adalah membangun dan menjaga rasa kekeluargaan antar sesama.
Peristiwa besar yang terjadi di dalam bulan Rajab adalah Isra’ Mi’raj. Yaitu, nabi Saw diperjalankan oleh Allah dari masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsha kemudian naik ke langit untuk menghadap Allah. Dalam perjalanan semalam itu, Nabi mendapat perintah untuk menajalankan shalat lima waktu. Peristiwa yang sangat mencengangkan semua orang ketika itu, baik para sahabat maupun orang-orang kafir, pun semakin menguatkan keberartian bulan Rajab—terlepas dari takdir Allah. Pengertian bahasa dari kata Rajab, secara jelas, mengisyaratkan pembersian jiwa-raga untuk mendekatkan diri kepada sang Khaliq.
Pensyariatan shalat lima waktu dalam peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan tonggak revolusi spiritual. Dikatakan spiritual karena sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj ini nabi Saw tidak mendapatkan perintah untuk menjalankan ritual keagamaan dalam bentuk yang konkrit-praktis kecuali ajaran tauhid, keadilan, kekeluargaan dan persamaan antar sesama. Shalat adalah ibadah resmi yang menjadi media untuk melakukan hubungan dengan Allah Swt (habl min Allah). Sebagai media komunikasi, dalam shalat seseorang dituntut untuk selalu khusyu’ sehingga dapat berhubungan dengan-Nya dengan baik.
Masih dalam kerangka menghormati kemuliaan dan keagungan bulan Rajab, umat islam pun disunahkan untuk melakukan puasa. Rasulullah Saw tiada henti-hentinya menyeru para sahabat untuk berpuasa di bulan ini. Bahkan beliau mengajar kepada kita semua untuk selalu berdoa agar kita mendapatkan keberkahan di bulan Rajab. “Ya Allah, Semoga Engkau memberi berkah kepada kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”
Kita mungkin dapat mengambil beberapa pelajaran dari bulan Rajab dan ajaran yang disunahkan oleh Nabi Saw di dalamnya. Pertama, Rajab adalah sebuah semangat untuk selalu memperbaiki dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Di bulan ini, setiap kita diperintahkan untuk berbuat kebaikan agar mendapat berkah dan ampunan dari Allah; memperbanyakamal kebajikan seperti puasa, bersedekah dan seterusnya. Ini merupakan makna moral-spiritual dari arti Rajab. Kedua, Rajab memberikan pengertian etik-sosial. Di dalam bulan Rajab, Islam tidak membolehkan umatnya untuk melakukan kezhaliman kepada siapapun. Setiap orang harus menjaga diri untuk tidak merugikan orang lain.
Semoga semangat Rajab memberikan pencerahan kepada kita semua di tengah krisis multi-dimensi dan persoalan bangsa yang terus mendera negeri ini; dapat mengasah spiritualitas diri, dan membebaskan diri dari kemunafikan dan kezhaliman yang bercokol dalam diri, yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan sosial. Bulan Rajab mengajarkan kepada kita akan semangat pembangunan spiritual dan pembebasan diri dari segala tindakan yang dapat merusak tatanan sosial.[MFF]

0 komentar: